Pengamat Soroti Permasalahan Truk ODOL yang Jadi Tantangan Serius Transportasi Logistik Indonesia
Selain kompetensi pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat membuat kecelakaan yang melibatkan angkutan barang terus terjadi.

Majalah Intra, Jakarta – Pengamat Transportasi dari Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menyoroti truk Over Dimension Over Load (ODOL) yang hingga kini masih menjadi permasalahan dan tantangan serius bagi transportasi logistik di Indonesia.
Menurut dia, permasalahan ODOL tak hanya berdampak pada meningkatnya kecelakaan lalu lintas, tetapi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan serta menurunnya kepercayaan publik terhadap tata kelola sektor transportasi.
“Berbagai faktor tersebut mulai dari kurang optimalnya pembinaan dan pengawasan, ketidaksesuaian standar perawatan kendaraan, hingga tantangan dalam pengaturan jam kerja dan kesejahteraan pengemudi,” ujar Djoko dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/2/2025).
Ia mengatakan, masalah ODOL mencerminkan kompleksitas tata kelola angkutan logistik di Indonesia. Meskipun telah ada berbagai upaya pembenahan sejak 2017 terhadap isu ODOL, masih diperlukan pendekatan yang lebih terintegrasi serta sinergis antar lembaga agar standar keselamatan tidak dikorbankan demi efisiensi biaya.
Menurut dia, ada 12 Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan angkutan logistik, yakni Kementerian Koordinator Ekonomi, Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pengembangunan Kewilayahan. Kemudian, Kementerian Perhubungan, Kemen Pekerjaan Umum, Kepolisian RI, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM dan Bappenas.
Djoko mengungkapkan beberapa inisiatif nasional, seperti visi RUNK LLAJ 2021-2040 yang mengedepankan penciptaan sistem berkeselamatan dan penguatan koordinasi, menjadi acuan penting dalam upaya perbaikan sistem angkutan logistik.
Pemanfaatan teknologi informasi dan sistem, seperti Weight In Motion (WIM) pada titik-titik strategis di jalan tol juga diharapkan dapat mendukung pengawasan operasional secara real-time dan harmonisasi penegakan hukum.
Lebih lanjut, Djoko mengungkapkan Indonesia perlu mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan, serta menerapkan kebijakan yang mendukung kesejahteraan pengemudi, guna mengurangi angka kecelakaan dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh truk ODOL.
Menurutnya, pendekatan ini sejalan dengan rekomendasi dari World Health Organization (WHO) tentang penerapan metode Safer System, serta target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menekankan keselamatan jalan dan kesehatan masyarakat.
Ia menilai kecelakaan truk di jalan raya kerap terjadi akibat kelalaian dalam persiapan kendaraan. Selain kompetensi pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat membuat kecelakaan yang melibatkan angkutan barang terus terjadi.
Selain itu, kejadian-kejadian ini juga mencerminkan lemahnya tata kelola dan kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan pemerintah.
Sayangnya, permasalahan tabrakan beruntun yang berulang atau kecelakaan truk dengan dimensi dan muatan berlebih (ODOL) tidak pernah mendapatkan solusi dari negara. Menurutnya, hal ini merupakan akumulasi carut marut penyelenggaraan atau tata kelola angkutan logistik di Indonesia.
Meskipun permasalahan ODOL merupakan tantangan yang kompleks, kata Djoko, sinergi antara regulator, pengusaha, dan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan sistem transportasi yang tidak hanya efisien secara ekonomi tetapi juga aman dan berkelanjutan.
Ia berharap upaya perbaikan dapat mengurangi kecemasan pengguna jalan serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem transportasi nasional, sehingga setiap perjalanan di jalan tol maupun jalan nasional dapat berlangsung dengan lebih aman.
“Menghapus truk ODOL adalah keharusan bukan pilihan. Indonesia akan terus mengalami kerugian ekonomi dan meningkatnya angka kecelakaan. Kepercayaan publik terhadap tata kelola transportasi akan semakin merosot,” pungkas Djoko.