Fenomena Bus Oleng-Oleng, Lampu Menyilaukan dan Bunyi Tambahan: Ancaman Keselamatan Jalan Raya
Fenomena "bus oleng" adalah aksi pengemudi yang dengan sengaja membuat bus bergoyang ke kiri dan ke kanan secara berlebihan di jalan raya.

Oleh:
Dr. Ilham, ST., MT
Penelaah Teknis Kebijakan dan Penelitian Independen
Fenomena Negatif yang Mengancam Keselamatan Jalan Raya
Majalah Intra, Jakarta – Fenomena “bus oleng-oleng”, pemasangan lampu tambahan yang menyilaukan, dan penggunaan klakson telolet atau Basuri pada bus pariwisata menjadi tren yang kian mengkhawatirkan. Awalnya, perilaku ini muncul sebagai bentuk hiburan atau sensasi di media sosial, tetapi kini berkembang menjadi kebiasaan yang tidak hanya merugikan pengemudi lain tetapi juga membahayakan keselamatan pengguna jalan, termasuk penumpang sendiri. Fenomena ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena mengarah pada praktik berkendara yang tidak aman dan bertentangan dengan prinsip keselamatan transportasi jalan raya.
Munculnya fenomena ini tidak lepas dari minimnya pengetahuan masyarakat, pengawasan serta kurangnya kepedulian dari perusahaan otobus (PO) yang mengoperasikan bus pariwisata. Masyarakat melihatnya hanya sebatas kesenangan sementara perusahaan oto bus mereka lebih fokus pada daya tarik visual dan daya saing bisnis daripada aspek keselamatan ditambah pengawasan dari pihak teknis seperti pihak Kemenhub dalam hal ini PPNS dengan anggaran tidak ada karena efisiensi menambah tidak adanya tindakan karena pengawasan dan monitoring lapangan tidak dapat dilakukan termasuk mendatangi Perusahaan Oto Bus tersebut untuk melakukan tindakan tegas. Padahal, kendaraan umum, khususnya bus pariwisata dan Bus AKAP seharusnya mengutamakan kenyamanan dan keamanan penumpang serta pengguna jalan lainnya.
Bus “Oleng-Oleng” dan Perilaku Ugal-Ugalan Pengemudi
Fenomena “bus oleng” adalah aksi pengemudi yang dengan sengaja membuat bus bergoyang ke kiri dan ke kanan secara berlebihan di jalan raya. Biasanya, perilaku ini dilakukan untuk menghibur penumpang atau sekadar menarik perhatian pengguna jalan lainnya. Beberapa pengemudi bahkan sengaja memposting video aksi mereka di media sosial untuk mendapat apresiasi atau popularitas.
Namun, di balik aksi yang terlihat seru dan menghibur, ada bahaya besar yang mengancam. Bus dengan dimensi besar memiliki pusat gravitasi yang tinggi, sehingga manuver ekstrem dapat menyebabkan kehilangan kendali dan meningkatkan risiko kecelakaan. Ketika bus bergoyang secara ekstrem, kestabilan kendaraan menjadi terganggu, dan dalam situasi tertentu bisa mengakibatkan bus terguling.
Tak hanya itu, aksi bus oleng juga membahayakan kendaraan lain di sekitarnya. Pengendara mobil atau sepeda motor yang melintas di sekitar bus berisiko mengalami kecelakaan akibat manuver tak terduga dari pengemudi bus. Banyak kasus terjadi di mana kendaraan lain harus mengerem mendadak atau menepi secara tiba-tiba untuk menghindari bus yang oleng, yang justru berpotensi memicu kecelakaan beruntun.
Lampu Tambahan yang Menyilaukan: Mengganggu Konsentrasi dan Membahayakan
Selain perilaku “oleng-oleng,” bus pariwisata juga kerap dipasangi lampu tambahan dengan intensitas cahaya tinggi yang menyilaukan pengemudi lain. Lampu LED berwarna-warni yang dipasang di bagian depan, samping, atau belakang bus bukan hanya sekadar estetika, tetapi juga menimbulkan risiko keselamatan yang serius.
Lampu dengan intensitas tinggi, terutama yang berwarna putih atau biru terang, dapat menyebabkan gangguan visual bagi pengendara lain, khususnya pada malam hari. Efek silau dari lampu ini dapat mengurangi daya pandang, memperlambat respons pengemudi, dan meningkatkan risiko kecelakaan. Dalam beberapa kasus, pengemudi kendaraan di belakang bus yang terkena pantulan cahaya berlebih mengalami kebutaan sesaat yang berpotensi menyebabkan tabrakan.
Sayangnya, banyak pengemudi bus dan pemilik perusahaan otobus (PO) tidak memahami atau bahkan mengabaikan dampak negatif pemasangan lampu ini. Padahal, aturan mengenai standar pencahayaan kendaraan sudah diatur dalam regulasi lalu lintas. Namun, lemahnya pengawasan serta kurangnya penegakan hukum membuat praktik ini terus berkembang tanpa kontrol yang memadai.
Klakson Telolet (Basuri): Hiburan yang Mengganggu dan Berisiko
Selain lampu tambahan, penggunaan klakson telolet dan Basuri juga menjadi tren yang semakin marak di kalangan bus pariwisata. Bunyi klakson yang keras dan berirama khas ini memang menarik bagi anak-anak dan remaja yang sering menunggu di pinggir jalan hanya untuk mendengar suara tersebut. Tidak jarang, kelompok anak-anak dan remaja ini bahkan berkumpul di tepi jalan raya untuk meminta sopir bus membunyikan klakson mereka.
Namun, di balik keseruan ini, ada bahaya besar yang mengintai. Suara klakson yang terlalu keras dapat mengganggu konsentrasi pengemudi lain, terutama pengendara sepeda motor yang berada di sekitar bus. Bunyi tiba-tiba dengan volume tinggi dapat mengejutkan dan membuat pengendara lain kehilangan kendali atas kendaraannya.
Lebih dari itu, fenomena ini juga memicu kebiasaan buruk di mana anak-anak secara tidak sadar didorong untuk berada di tepi jalan raya hanya untuk mendengar bunyi klakson bus. Ini adalah praktik yang sangat berbahaya karena meningkatkan risiko kecelakaan, terutama di jalur-jalur padat kendaraan serta jalan tol yang tidak ada pembatas bagi warga termasuk anak untuk tidak masuk.
Di plafon media sosial bahkan oknum petugas membiarkan ini terjadi bahkan yang beredar bus-bus pariwisata ini dalam perjalannya dikawal petugas namun saat membunyikan klakson Basuri tidak ada tindakan tegas, miris ini terjadi namun itulah fakta yang harus dilakukan koreksi dan evaluasi dan sikap yang tegas, dalam menjalankan tugas
Mudik 2025: Ancaman Keselamatan Akibat Tren Negatif Ini
Memasuki musim mudik Lebaran 2025, perilaku bus oleng, pemasangan lampu silau, dan klakson Basuri berpotensi menjadi ancaman besar bagi keselamatan pengguna jalan. Selama periode mudik, volume kendaraan meningkat drastis, dan jalan raya menjadi lebih padat dibandingkan hari biasa.
Dalam kondisi seperti ini, manuver berbahaya dari bus pariwisata dapat menyebabkan kecelakaan beruntun yang melibatkan banyak kendaraan. Lampu yang menyilaukan semakin memperparah risiko karena banyak pengemudi yang harus berkendara dalam kondisi lelah atau mengantuk. Begitu pula dengan bunyi klakson keras yang bisa mengejutkan pengemudi lain dan menyebabkan kehilangan konsentrasi.
Jika fenomena ini dibiarkan tanpa pengawasan dan tindakan tegas, maka potensi kecelakaan di jalur mudik akan semakin meningkat. Oleh karena itu, penegakan hukum harus lebih ketat terhadap bus-bus yang masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan berbahaya ini.
Perusahaan Bus Pariwisata dan Bus AKAP Harus Bertanggung Jawab
Fenomena ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan pada pengemudi bus saja, tetapi juga pada pemilik dan manajemen perusahaan otobus (PO). Banyak PO bus pariwisata yang lebih fokus pada aspek bisnis dan daya tarik kendaraan mereka tanpa memperhatikan aspek keselamatan.
Beberapa perusahaan bahkan secara sengaja membiarkan atau bahkan mendorong pengemudi mereka untuk melakukan aksi oleng, memasang lampu tambahan, atau menggunakan klakson telolet guna menarik perhatian penumpang dan meningkatkan popularitas bus mereka.
Lebih parah lagi, anak-anak justru menganggap bus oleng dan telolet sebagai hiburan menarik, padahal mereka tidak menyadari risiko besar di baliknya. Jika tidak ada edukasi dan regulasi yang lebih ketat, maka fenomena ini akan semakin berkembang dan menormalisasi praktik berkendara yang tidak aman di jalan raya.
Sanksi Tegas untuk Pemilik dan Perusahaan Bus Pariwisata dan Bus AKAP serta Pembuat Basuri
Untuk mengatasi fenomena ini, pemerintah dan aparat penegak hukum harus memberikan sanksi tegas kepada pemilik atau perusahaan bus yang masih membiarkan atau bahkan mendukung praktik-praktik berbahaya ini. Sanksi administratif berupa denda besar dan pembekuan izin operasi harus diterapkan kepada PO yang tidak mematuhi standar keselamatan.
Jika pelanggaran terus berulang, maka langkah lebih keras seperti pencabutan izin operasional harus dilakukan, bahkan sampai kepada perdata dan Pidana bila menyebabkan kecelakaan dan mengakibatkan adanya korban jiwa, baik luka ringan, luka berat apa lagi sampai menyebabkan ada yang meninggal dunia. Dengan demikian, PO bus pariwisata dan Bus AKAP akan lebih bertanggung jawab dan tidak lagi mengabaikan keselamatan di jalan raya.
Sanksi Pidana Bagi Pengemudi Kendaraan
Sanksi pidana sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan:
- Pasal 311 Ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
- Pasal 106 Ayat (3): Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan
- Pasal 58: Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.
- Sanksi administratif bagi pemilik kendaraan dan/atau perusahaan pemilik kendaraan yang berada pada peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan.
Kesimpulan
Fenomena bus oleng, lampu menyilaukan, dan klakson telolet atau Basuri adalah tren negatif yang membahayakan keselamatan di jalan raya. Praktik ini tidak hanya mengancam pengemudi dan penumpang bus sendiri, tetapi juga membahayakan pengguna jalan lainnya, serta mengancam eksistensi perusahaan oto bus itu sendiri termasuk Kariayawannya.
Penegakan hukum yang lebih tegas serta kesadaran dari pemilik bus dan pengemudi sangat diperlukan untuk mengakhiri kebiasaan ini. Jika tidak segera ditangani, maka keselamatan berkendara di Indonesia akan terus terancam oleh tren-tren berbahaya yang tidak bertanggung jawab.