Membedah Akar Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia: Pendekatan HFACS sebagai Solusi Sistemik
Pada tingkat pertama HFACS, kita mengidentifikasi tindakan langsung yang dilakukan oleh individu yang terlibat dalam kecelakaan.

Oleh : Dr. Ilham, ST., MT
(Penelaah Teknis Kebijakan dan Peneliti Independen)
Majalah Intra, Jakarta – Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan sistem transportasi yang berkembang pesat, sering kali menghadapi tantangan dalam hal keselamatan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi dalam tiga bulan terakhir menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk meningkatkan keselamatan, masih banyak faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan. Salah satu cara untuk mengidentifikasi penyebab utama kecelakaan adalah dengan menggunakan pendekatan HFACS (Human Factors Analysis and Classification System).

HFACS adalah sistem yang dikembangkan untuk menganalisis kesalahan manusia dalam kecelakaan, terutama dalam konteks penerbangan, namun telah diterapkan pada berbagai sektor, termasuk transportasi jalan raya. Dengan menganalisis kecelakaan menggunakan HFACS, kita dapat memahami lebih dalam tentang penyebab kecelakaan, yang sering kali melibatkan lebih dari sekadar kelalaian pengemudi. Ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi area-area perbaikan yang bisa mengurangi potensi kecelakaan di masa mendatang.
Data Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia (Januari – Maret 2025)
Dari data yang tersedia, sejumlah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia antara Januari dan Maret 2025 menunjukkan adanya peran besar faktor manusia dalam terjadinya insiden tersebut. Beberapa kecelakaan mencakup kendaraan angkutan umum, kendaraan pribadi, dan kendaraan besar seperti truk dan bus. Berdasarkan data yang dihimpun, berikut adalah contoh kecelakaan yang terjadi:
- Kecelakaan di Tol Cipularang (5 Januari 2025). Sebuah truk mengalami masalah pada sistem pengereman yang mengakibatkan kendaraan mundur dan menabrak lima kendaraan lainnya. Kejadian ini menimbulkan kerugian materiil, namun tidak ada korban jiwa.
- Kecelakaan di Kota Batu (8 Januari 2025). Sebuah bus pariwisata mengalami rem blong dan menabrak sepuluh sepeda motor serta enam mobil. Empat orang tewas dalam kecelakaan ini, termasuk seorang ibu dan anak kecil.
- Kecelakaan di Gerbang Tol Ciawi (5 Februari 2025). Truk pengangkut air mineral mengalami rem blong dan menabrak kendaraan yang sedang melakukan transaksi di gerbang tol. Sebanyak delapan orang tewas dalam kecelakaan ini.
- Kecelakaan di Majalengka (13 Januari 2025). Truk yang dikemudikan dalam keadaan mabuk menabrak sejumlah kendaraan dan menyebabkan satu orang pengendara sepeda motor tewas.
Analisis Kecelakaan Berdasarkan HFACS
Tingkat Pertama: Tindakan Tidak Aman (Unsafe Acts)
Pada tingkat pertama HFACS, kita mengidentifikasi tindakan langsung yang dilakukan oleh individu yang terlibat dalam kecelakaan. Pada kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di Indonesia, beberapa faktor utama yang ditemukan adalah:
- Mengemudi dalam Keadaan Mabuk: Seperti yang terjadi pada kecelakaan di Majalengka, pengemudi truk mengemudi dalam keadaan mabuk, yang jelas melanggar aturan keselamatan. Ini adalah contoh tindakan tidak aman yang dapat berakibat fatal.
- Kelalaian dalam Memeriksa Kendaraan: Pada kecelakaan di Kota Batu, bus yang mengalami rem blong menunjukkan kurangnya perhatian terhadap pemeriksaan rutin kendaraan. Rem yang tidak berfungsi dengan baik adalah salah satu contoh kesalahan yang terjadi pada level ini.
Tingkat Kedua: Kondisi yang Mempersiapkan Tindakan Tidak Aman (Preconditions for Unsafe Acts)
Di tingkat ini, kita menganalisis kondisi yang memungkinkan tindakan tidak aman terjadi. Pada kecelakaan yang tercatat, ada beberapa faktor yang berkontribusi pada kecelakaan:
- Kondisi Kendaraan yang Tidak Memadai: Seperti pada kecelakaan di Tol Cipularang, truk yang tidak dilengkapi dengan sistem pengereman yang baik dapat mempersiapkan tindakan tidak aman. Kendaraan yang tidak terawat dengan baik meningkatkan kemungkinan kecelakaan.
- Kurangnya Pelatihan Pengemudi: Di banyak kecelakaan, pengemudi kurang mendapatkan pelatihan yang memadai mengenai keselamatan berkendara dan penanganan kendaraan yang rusak. Ini juga tercermin dalam kecelakaan di Gerbang Tol Ciawi, di mana truk tidak dapat mengendalikan kendaraan karena kondisi rem yang buruk.
Tingkat Ketiga: Pengawasan yang Tidak Aman (Unsafe Supervision)
Di tingkat ini, kita melihat peran pengawasan dan pemantauan terhadap tindakan pengemudi dan kondisi kendaraan:
- Kurangnya Pengawasan terhadap Kendaraan Angkutan Umum: Pada banyak kecelakaan yang melibatkan bus dan truk, tidak ada pengawasan yang memadai terhadap kondisi kendaraan sebelum beroperasi. Pengemudi sering kali tidak diperiksa secara rutin untuk memastikan bahwa mereka siap dan kendaraan dalam kondisi baik.
- Tidak Ada Pengawasan terhadap Kepatuhan Terhadap Aturan: Beberapa pengemudi tidak mematuhi aturan keselamatan karena pengawasan yang lemah. Di Majalengka, kecelakaan akibat pengemudi yang mabuk menunjukkan bahwa tidak ada pengawasan yang ketat terhadap kepatuhan terhadap aturan yang ada.
Tingkat Keempat: Pengaruh Organisasi (Organizational Influences)
Di tingkat ini, kita mengidentifikasi pengaruh yang berasal dari organisasi tempat pengemudi bekerja, yang mempengaruhi keselamatan operasional. Misalnya:
- Kebijakan Perusahaan yang Tidak Memadai: Perusahaan angkutan yang tidak menyediakan pemeriksaan kendaraan secara berkala atau pelatihan keselamatan yang memadai berkontribusi pada kecelakaan-kecelakaan tersebut. Kebijakan yang kurang mendukung keselamatan sering kali menghasilkan kondisi yang lebih berisiko.
- Beban Kerja dan Kelelahan Pengemudi: Salah satu faktor yang sering kali berperan dalam kecelakaan adalah jam kerja yang panjang dan beban kerja yang berat pada pengemudi. Ini menyebabkan pengemudi kurang waspada dan sering mengabaikan keselamatan.
Formula Penanganan Kecelakaan Berbasis HFACS
Menggunakan pendekatan HFACS, berikut adalah formula sistemik yang dapat diterapkan dalam pencegahan dan penanganan kecelakaan:
Formula Penanganan = F (UA, PUA, US, OI)
Dengan:
UA = Unsafe Acts
PUA = Preconditions for Unsafe Acts
US = Unsafe Supervision
OI = Organizational Influences
Solusi untuk Mengurangi Kecelakaan Berdasarkan Formula HFACS
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas berdasarkan analisis HFACS:
Level I-Tindakan Tidak Aman (Unsafe Acts)
- Errors (Kesalahan) Pengemudi gagal memperhitungkan kondisi jalan dan kendaraan (misalnya di Subang dan Cipali). Peningkatan Edukasi Pengemudi: Memberikan pelatihan secara rutin mengenai keselamatan berkendara, termasuk penanganan darurat dan pemeriksaan kendaraan sebelum berangkat.
- Violations (Pelanggaran): Melewati batas kecepatan, membawa muatan berlebih, dan mengabaikan waktu istirahat (di Banten dan Cipali). Penerapan Sanksi yang Tegas: Menggunakan sistem sanksi yang tegas bagi pengemudi yang terlibat dalam tindakan tidak aman, seperti mengemudi dalam keadaan mabuk atau mengabaikan prosedur keselamatan.
Level 2- Kondisi yang Mempersiapkan Tindakan Tidak Aman (Preconditions for Unsafe Acts)
- Condition of Operators: Kelelahan fisik, kurang tidur, stres, serta kurang pelatihan.Waktu istrahat yang cukup, permasalahn yang diadapi pengemudi. serta pengetahuan (Kompetensi) dalam mengemudikan kendaraan, semua ini sangat berpengaruh dalam mempersiapkan tindakan tidak aman.
- Technological and Environmental Factors: Cuaca, penerangan jalan, dan desain jalan yang tidak mendukung keamanan. Peningkatan Kualitas Infrastruktur: Memastikan bahwa jalan raya dan infrastruktur lalu lintas lainnya dalam kondisi baik dan aman digunakan oleh pengemudi.
- Crew Resource Management (CRM): Tidak adanya koordinasi antara sopir, kernet, dan manajemen Perusahaan Oto Bus (PO). Manajemen operasional yang semestinya mampu mengintegrasikan komunikasi bagi Manajemen dan Pengemudi serta kru dan personil lainnya dalam perusahaan
Pengawasan yang Tidak Aman (Unsafe Supervision)
- Inadequate Supervision: Perusahaan otobus atau pemilik truk tidak melakukan pelatihan rutin atau tidak mengevaluasi performa pengemudi. Peningkatan Pengawasan terhadap Kendaraan. Memperkenalkan sistem pengawasan yang lebih ketat terhadap kendaraan angkutan umum dan pengemudi. Pemeriksaan secara acak atau melalui teknologi seperti GPS dapat membantu mengawasi pengemudi dan kendaraan.
- Failure to Correct Problem: Masalah teknis kendaraan diabaikan, meski ada laporan. perbaikan teknis atas permasalahan kendaraan sebelum saat dan stelah digunakan berdasarkan catatan pengemudi sangat penting unutk tindak lanjut dalam manajemen PO, sistem supervisi yang ketat terhadap keilakan kendaraan pengaruhnya besar untuk mendapatkan kendaraan siap pakai.
- Planned Inappropriate Operations: Jadwal perjalanan terlalu padat tanpa memperhatikan aspek istirahat. Pemantauan Jam Kerja Pengemudi memastikan bahwa pengemudi tidak bekerja terlalu lama tanpa istirahat yang cukup. Pengaturan jadwal kerja yang wajar dapat mengurangi kelelahan dan meningkatkan keselamatan.
Pengaruh Organisasi (Organizational Influences)
- Resource Management: Keterbatasan anggaran membuat perusahaan menunda perawatan kendaraan. Penerapan Kebijakan Keselamatan yang Kuat perusahaan angkutan harus memiliki kebijakan keselamatan yang jelas, yang mencakup pelatihan pengemudi, pemeriksaan kendaraan, dan pemantauan kepatuhan terhadap aturan keselamatan.
- Organizational Climate: Budaya perusahaan yang mengutamakan keuntungan dibanding keselamatan. Budaya memprioritaskan keuntungan besar dengan dengan pengeluaran kecil tentunya sangat dinginkan, namun tentunya perlu melihat unsur keselamatan ini lebih penting bagi semua pengemudi dan kru, kendaraan, dan penumpang hal ini berpengaruh besar atas keberlanjutan berkaitan dengan kepecayaan pengguna dan profesionalisme PO.
- Operational Process: Tidak adanya SOP standar keselamatan dan audit internal yang ketat. Meningkatkan Inspeksi dan regulasi ini pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap industri angkutan, memastikan bahwa perusahaan mematuhi standar keselamatan dan melakukan pemeriksaan berkala terhadap kendaraan. ini dapat diwujudnya salah satunya dengan pemenuhan SMK (Standar Manajemen keselamatan) di setiap PO.
Refleksi dan Tuntutan Perubahan
Kecelakaan bukan hanya soal kesalahan individu, tetapi buah dari kegagalan sistemik. HFACS membuka mata kita bahwa kesalahan pengemudi hanyalah ujung dari mata rantai panjang kegagalan dalam sistem transportasi. Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan pun tidak bisa hanya berupa reaktif, tetapi harus proaktif, sistemik, dan berkelanjutan. Dengan mengadopsi pendekatan HFACS secara nasional, pemerintah dapat mengembangkan sistem pemantauan berbasis data, audit keselamatan independen, serta reformasi terhadap budaya kerja operator angkutan.
Penutup
Pendekatan HFACS memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang penyebab kecelakaan lalu lintas dan cara-cara untuk menguranginya. Dengan menganalisis kecelakaan yang terjadi dalam tiga bulan terakhir, kita dapat mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keselamatan, mulai dari tindakan tidak aman oleh pengemudi hingga pengaruh organisasi yang lemah. Langkah-langkah perbaikan yang sistematis, seperti peningkatan pelatihan pengemudi, pengawasan yang lebih ketat, dan perawatan kendaraan yang lebih baik, dapat membantu mengurangi angka kecelakaan dan meningkatkan keselamatan di jalan raya.