Angkutan Umum Tanpa Izin: Pelayanan Berkualitas, Regulasi Terinjak
Mengapa pengusaha yang ingin mengurus izin justru terhambat dengan birokrasi berbelit dan biaya tinggi, sementara yang tidak mengurus izin bisa dengan bebas beroperasi?

Oleh: Dr. Ilham, ST., MT.
Penelaah Teknis Kebijakan dan Peneliti Independen
Majalah Intra, Jakarta – Fenomena menjamurnya angkutan umum dengan kualitas layanan mumpuni namun tanpa legalitas yang sah, merupakan ironi besar dalam sistem transportasi nasional kita. Ketika masyarakat menikmati kenyamanan, kecepatan, dan keterjangkauan dari kendaraan seperti Hiace dan Elf yang beroperasi di luar jalur resmi, sesungguhnya kita sedang menyaksikan ketidakhadiran negara dalam tata kelola transportasi publik.
Masalah ini bukan sekadar soal teknis perizinan, tapi menyangkut integritas sistem pemerintahan kita. Ini adalah gejala dari pembiaran, ketidakpedulian, dan sikap tidak serius dari semua pihak: pemilik kendaraan, pengusaha, instansi pemerintah, hingga aparat penegak hukum.
Mengapa yang Legal Terhambat, yang Ilegal Diberi Jalan?
Pertanyaan ini perlu kita ajukan. Mengapa pengusaha yang ingin mengurus izin justru terhambat dengan birokrasi berbelit dan biaya tinggi, sementara yang tidak mengurus izin bisa dengan bebas beroperasi? Dalam logika pasar, hal ini menciptakan distorsi serius. Yang taat hukum kalah bersaing. Yang melanggar hukum justru mendapat keuntungan.
Negara Gagal Melindungi Warganya
Ketika pemerintah tidak mampu menjamin bahwa setiap kendaraan umum di jalan raya adalah kendaraan yang aman, layak, dan terdaftar secara hukum, maka negara gagal menjalankan salah satu fungsi dasarnya: melindungi keselamatan rakyat.
Ketiadaan Uji KIR berarti kita menempatkan penumpang dalam ancaman nyata setiap harinya. Dan celakanya, jika terjadi kecelakaan, tidak ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Penumpang menjadi korban dua kali: korban kecelakaan dan korban dari sistem hukum yang abai.
Apatisme Struktural: Siapa Bertanggung Jawab?
Pihak-pihak yang berwenang. Kepolisian terkait registrasi kendaraan, Perhubungan terkait dengan izin operasional, dan KIR, BKPM terkait dengan izin usaha di awal, Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan Perpajakan, terkadang saling lempar tanggung jawab.
Perhubungan
Dalam penerbitan izin operasional seperti Izin Trayek, Kartu Pengawasan dan KIR, pihak Perhubungan yang bertanggungjawab, namun tentunya kendaraan itu dapat di berikan izin operasional, kartu pengawasan dan di lakukan KIR berasal dari status kendaraan itu sendiri, untuk angkutan umum atau pribadi, status ini ada di saat kendaraan tersebut di registrasi dan saat melakukan pengurusan STNK dan perpajakan di Samsat yang di mana unit kerja ini merupakan layanan satu pintu di dalamnya ada Kepolisian dan Pemerintah Daerah, unit kerja inilah yang menentukan status kendaraan umum atau pribadi
Kepolisian
Kepolisian selain melakukan. Registrasi kendaraan, pihak kepolisian juga yang menjadi penegak hukum di jalan yang diberikan oleh undang-undang yang ada. Registrasi kendaraan tentunya merupakan hal yang penting untuk mengetahui status kepemilikan kendaraan itu sendiri, baik registrasi seharusnya terintegrasi dengan unit kerja lainnya untuk dapat diakses untuk memudahkan unit kerja lainnya mendapatkan data yang sebenarnya kendaraan tersebut.
BKPM
Pada unit kerja ini berhubungan dengan investasi dan usaha, tentunya unit kerja ini sangat krusial dan pelayanan izin usaha dari pemilik pribadi maupun badan usaha dalam membangun usahanya agar legal, seperti usaha angkutan umum tentunya badan ini harus meneliti sesuai standar yang ada apakah pemilik atau badan usaha yang akan mengurus izin usaha telah memenuhi ketentuan yang ada. Badan ini seharusnya juga berkoordinasi dengan Perhubungan, Kepolisian, dan Pemerintah Daerah, untuk mendapatkan informasi dan pemenuhan secara teknis usaha angkutan umum yang akan didirikan pemilik/perusahaan angkutan umum.
Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah merupakan perwakilan pemerintah pusat di Daerah Provinsi yang di mana dalam penentuan pajak kendaraan ada di sini, selain itu pula baik pemerintah Provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di Daerah juga menjadi pembina bagi pemerintah kabupaten dan kota di wilayah provinsi, di mana pemerintah daerah kabupaten/kota yang memberikan izin Gangguan dan lainnya serta mengetahui berasal dari mana pemilik/perusahaan angkutan umum ini . Di samping itu pula Perintah Daerah Provinsi yang setiap tahun mengetahui kendaraan tersebut angkutan umum atau pribadi melalui perpajakan ke daratan di Satuan Pelayanan terpadu dalam hal ini Samsat.
Oleh karena itu unit kerja di atas seharusnya saling berkoordinasi dan semua sistem yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pemilik/perusahaan kendaraan angkutan umum tersebut dapat terintegrasi selain untuk registrasi, kepemilikan dan perpajakan kendaraan, izin operasional pembinaan, pengawasan maupun penegakkan hukum.
Penegakkan Hukum
Bagaimana dengan penegakkan hukum, penegakkan hukum untuk angkutan umum, jika di jalan itu dilakukan oleh kepolisian bila kita mengikuti aturan yang ada yang di mana memiliki power lebih besar karena sewaktu waktu dapat melakukannya, untuk PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) itu hanya di berikan kewenangan di Terminal atau tempat tertentu seperti Pol kendaraan atau tempat tertentu seperti obyek wisata Kewenangan PPNS ini sangat terbatas, apa lagi jika kendaraan tersebut merupakan kendaraan angkutan umum yang tidak diwajibkan masuk terminal, penegakkan hukumnya tentunya full ada di jalan oleh kepolisian, tetapi ya faktanya apa kita lihat sendiri di lapangan. Bagaimana dengan PPNS di daerah tentunya juga memiliki kewenangan sesuai ketentuan yang diberikan misalnya Polisi Pamong Praja (Pol PP) sesuai kewenangan menegakkan hukum tentang Perda, seharusnya juga dapat melakukan Penegakkan hukum di wilayah kerjanya terkait kepatuhan akan Perizinan pemilik/perusahaan angkutan umum berkaitan dengan izin usaha dan izin gangguan serta izin-izin lainya yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Jika semua institusi yang berweangan di atas melakukan koordinasi dan semuanya saling terintegrasi sistemnya dalam hal pemenuhan yang harus dimiliki oleh pemilik/pengusaha kendaraan sangat mudah melakukan tindakan-tindakan yang tepat dan terukur bila pemilik/pengusaha angkutan umum melanggar aturan yang ada.
Sayangnya sikap apatis dan masih adanya tebang pilih dalam penertiban, pengawasan bahkan sampai penindakan hukum yang merusak dan membuat angkutan-angkutan ini dengan mudahnya beroperasi di jalanan, hal ini juga mencerminkan budaya birokrasi yang anti-solusi.
Solusi: Tiga Kata Kunci—Integrasi, Penegakan, dan Reformasi
Pertama, Integrasi Sistem: Pemerintah pusat dan daerah harus segera membentuk sistem integrasi antar registrasi kendaraan, perpajakan, dan perizinan. Tanpa itu, pelacakan kendaraan ilegal akan terus sulit dilakukan.
Kedua, Penegakan Hukum Progresif: Jangan hanya bergantung pada satu lembaga. Bentuk tim gabungan lintas sektor dengan kewenangan penindakan yang jelas dan efektif. Hilangkan ketergantungan berlebihan pada pendampingan polisi.
Ketiga, Reformasi Layanan dan Regulasi: Permudah proses perizinan dengan sistem daring, transparansi biaya, dan pendampingan pengusaha kecil. Berikan insentif bagi yang taat hukum, bukan sebaliknya.
Kesimpulan: Saatnya Negara Hadir
Transportasi publik adalah wajah dari peradaban dan kehadiran negara. Kita tidak bisa membiarkan sistem ini dikuasai oleh aktor-aktor yang hanya mengejar keuntungan tanpa mempertimbangkan keselamatan dan hukum. Negara harus hadir, bukan sekadar dengan spanduk imbauan, tapi dengan regulasi yang ditegakkan, sistem yang terintegrasi, dan pelayanan yang adil.