Analisis

Pelanggaran Aturan Angkutan Barang dan Klakson Tidak Sesuai: Ketegasan Penegakan Hukum Diperlukan

Masih marak pelanggaran angkutan barang sumbu tiga di ruas jalan nasional.

Oleh:
Dr. Ilham, ST., MT
Penelaah Teknis Kebijakan dan Peneliti Independent

Majalah Intra, Jakarta – Dalam rentang waktu 24 hingga 27 Maret 2025, masih ditemukan pelanggaran aturan operasional angkutan barang sumbu tiga di berbagai ruas jalan nasional, meskipun telah diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri antara Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kepolisian Republik Indonesia.

Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa kendaraan angkutan barang sumbu tiga tetap beroperasi di jalur-jalur yang seharusnya dibatasi, seperti Jalur Pantura (Karawang), Jalur Nagrek, serta ruas jalan nasional di wilayah DIY dan Jawa Tengah (Solo – Yogyakarta). Padahal, dalam SKB Tiga Menteri, ruas-ruas jalan tersebut telah ditetapkan sebagai jalur yang tidak diperbolehkan dilewati kendaraan berat pada waktu-waktu tertentu guna mengurangi kemacetan, memperpanjang umur jalan, serta meningkatkan keselamatan pengguna jalan lainnya.

Peran Pemilik/Perusahaan Angkutan Barang dalam Kepatuhan Aturan

Pelaksanaan aturan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pengemudi truk, tetapi juga harus menjadi perhatian serius bagi pemilik atau perusahaan angkutan barang yang mengoperasikan kendaraan sumbu tiga ke atas.

Pemilik armada angkutan barang harus lebih konsisten dalam mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Perusahaan harus memastikan bahwa kendaraan mereka tidak beroperasi di jalur dan waktu yang dilarang selama periode pembatasan.

Beberapa perusahaan transportasi kerap beralasan bahwa kebutuhan pengiriman barang tidak bisa ditunda, namun hal ini tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melanggar aturan yang telah ditetapkan. Pemilik armada harus lebih bertanggung jawab dalam memastikan bahwa operasional kendaraan mereka tidak hanya mengutamakan kepentingan bisnis semata, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap keselamatan dan infrastruktur jalan.

See also  Kecelakaan di Jalan Membunuh dan Memiskinkan: Refleksi dari Tragedi Tol Ciawi

Pemerintah dapat mendorong perusahaan angkutan barang untuk lebih patuh dengan menerapkan sistem sanksi yang tegas. Perusahaan yang tetap membiarkan armadanya melanggar aturan harus dikenakan denda administratif, pembekuan izin operasi, atau pencabutan izin usaha jika pelanggaran dilakukan berulang kali.

Konsekuensi Hukum Jika Terjadi Kecelakaan Akibat Pelanggaran SKB Tiga Menteri

Salah satu konsekuensi paling serius dari pelanggaran aturan operasional angkutan barang sumbu tiga ke atas adalah meningkatnya risiko kecelakaan di jalan raya.

Jika terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan angkutan barang sumbu tiga ke atas selama masa angkutan Lebaran, di saat SKB Tiga Menteri telah diterbitkan dan berlaku, maka pemilik kendaraan atau perusahaan angkutan barang juga harus bertanggung jawab secara hukum.

Tindakan hukum yang dapat diterapkan terhadap pemilik atau perusahaan angkutan barang mencakup:

  1. Tuntutan Pidana
    1. Jika kecelakaan yang terjadi mengakibatkan korban jiwa, baik luka ringan, luka berat, maupun meninggal dunia, maka pemilik atau perusahaan angkutan barang dapat dituntut secara pidana karena telah mengabaikan aturan pemerintah yang bertujuan untuk keselamatan.
    1. Pemilik atau pengelola perusahaan dapat dikenakan pasal tentang kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain sesuai dengan KUHP Pasal 359 bagi yang menyebabkan kematian, serta Pasal 360 KUHP bagi yang mengakibatkan luka berat.
  2. Tuntutan Perdata
    1. Selain tuntutan pidana, korban kecelakaan atau keluarga korban juga berhak menggugat secara perdata pemilik perusahaan angkutan barang atas kerugian yang mereka alami.
    1. Gugatan perdata dapat mencakup tuntutan ganti rugi, baik untuk biaya pengobatan, kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, maupun santunan bagi keluarga korban meninggal dunia, seperti yang diatur pada Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 311
  3. Sanksi Administratif bagi Perusahaan Angkutan Barang
    1. Perusahaan yang kendaraannya terbukti melanggar SKB Tiga Menteri dan mengakibatkan kecelakaan harus diberikan sanksi administratif tegas, mulai dari denda maksimal, pembekuan izin operasional, hingga pencabutan izin usaha.
See also  Fenomena Bus Oleng-Oleng, Lampu Menyilaukan dan Bunyi Tambahan: Ancaman Keselamatan Jalan Raya

Petugas Kepolisian yang bertugas di Jalan dan di posko-posko Angkutan Lebaran dapat Melakukan Tindakan Tegas karena Petugas Kepolisian yang berhak di Jalan Raya Yang dapat langsung Melakukan hal itu, di samping itu pula bagi UPPKB di mana lokasinya di ruas jalan yang telah di tentukan dapat melakukan tindakan dengan memasukkan kendaraan-kendaraan tersebut diarahkan untuk masuk di UPPKB dan dilakukan tindakan tegas di UPPKB, Serta Terminal Type A dan Type B yang melayani Angkutan Bus AKAP dan AKDP serta Penggunaan Bus Pariwisata Untuk Kepentingan Mudik dapat melakukan tindakan tegas Pula dengan Melakukan Pencopotan Klakson yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur Seperti adanya Telolet (Basuri) di setiap kendaraan Tersebut

Langkah-langkah hukum ini harus diterapkan secara konsisten untuk memberikan efek jera bagi perusahaan yang tidak taat aturan dan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Maraknya Penggunaan Klakson Tidak Sesuai (Telolet/Basuri) oleh Angkutan Umum

Selain permasalahan angkutan barang sumbu tiga, dalam periode 24 hingga 27 Maret 2025, masih banyak ditemukan kendaraan Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP) dan bus pariwisata yang menggunakan klakson yang tidak sesuai ketentuan, seperti klakson telolet dan Basuri.

Suara keras dari klakson ini dapat menyebabkan kepanikan, kebisingan berlebihan, serta mengganggu konsentrasi pengemudi lain, terutama saat digunakan di wilayah padat penduduk atau di waktu yang tidak tepat. Regulasi mengenai klakson kendaraan sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, namun pelanggaran terhadap aturan ini masih banyak terjadi akibat lemahnya pengawasan.

Diperlukan ketegasan dalam penegakan aturan penggunaan klakson, termasuk:

  • Pemeriksaan rutin terhadap kendaraan angkutan umum, terutama bus pariwisata dan AKAP.
  • Sanksi tegas bagi bus yang menggunakan klakson di luar standar, seperti denda atau pencabutan izin operasional.
See also  Cegah Kecelakaan, Ditjen Hubdat Berikan Materi Keselamatan untuk Pengemudi Angkutan Barang

Kesimpulan: Peran Pemilik Kendaraan dan Ketegasan Penegakan Aturan

Dalam periode 24 hingga 27 Maret 2025, masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap aturan operasional angkutan barang sumbu tiga dan penggunaan klakson tidak sesuai ketentuan.

Pemilik atau perusahaan angkutan barang memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan kepatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mereka harus bertanggung jawab penuh atas kendaraan yang mereka operasikan, baik dari segi kepatuhan terhadap SKB Tiga Menteri maupun dari aspek keselamatan lalu lintas.

Jika terjadi kecelkaan akibat pelanggaran aturan operasional kendaraan sumbu tiga ke atas selama masa angkutan Lebaran, maka pemilik atau perusahaan angkutan barang dapat dituntut secara pidana maupun perdata, selain dikenakan sanksi administratif.

Tanpa pengawasan yang ketat dan tindakan tegas dari pihak berwenang, regulasi yang sudah dibuat hanya akan menjadi aturan di atas kertas tanpa implementasi yang nyata. Diperlukan sinergi antara pemerintah, kepolisian, serta para pemilik armada dan pengemudi kendaraan untuk menciptakan kondisi lalu lintas yang lebih aman, tertib, dan nyaman bagi seluruh pengguna jalan.

Jika aturan dapat ditegakkan dengan baik, bukan hanya infrastruktur jalan yang lebih terjaga, tetapi juga keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan dapat lebih terjamin selama masa Angkutan lebaran 2025

Related Articles

Back to top button