Logistik

Pengamat Transportasi: Pengawasan Operasional Angkutan Barang Belum Maksimal

Jam kerja dan istirahat pengemudi yang belum diatur secara jelas menambah risiko kelelahan yang memicu kecelakaan.

Majalah Intra, Jakarta – Pengamat transportasi Djoko Setijowarno meminta pemerintah lebih serius dalam mengawasi angkutan logistik. Pasalnya, kecelakaan angkutan logistik setiap hari terjadi, bahkan bisa mencapai tujuh kali kejadian dalam sehari.

Ia mengatakan, armada truk menduduki peringkat kedua penyebab kecelakaan lalu lintas meski jumlah armada truk lebih sedikit ketimbang kendaraan roda empat. Menurut Djoko, pengawasan terhadap operasional angkutan barang belum maksimal.

“Memang ini punya konsekuensi terhadap tarif angkutan barang. Tidak masalah, yang paling penting adalah jaminan keselamatan bertransportasi bagi semua warga,” kata Djoko yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat di Jakarta, Rabu (25/12/2024).

Djoko mengatakan, kecelakaan truk dipastikan bakal terus terjadi kalau kompetensi para pengemudi masih rendah dan kondisi kendaraan kurang terawat. Selain persoalan kelebihan muatan, kata dia, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi pada tahun 2024 mencatat masalah kegagalan pengereman moda kendaraan pengangkut barang masih kerap terjadi akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem sebagai upaya preventif.

“Jarang sekali pengusaha angkutan barang dan pemilik barang diperkarakan. Andai diperkarakan pun setelah ada desakan dari media sosial. Itu pun jika tidak diawasi tidak sampai pengadilan, sehingga tidak ada efek jera,” kata Djoko.

Ia mengatakan, revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dilakukan, agar pengemudi tidak selalu menjadi obyek kesalahan.

“Harus ada pembenahan menyeluruh dari bisnis angkutan truk. Lini bisnis ini perlu dijalankan secara lebih profesional dengan sistem manajemen keselamatan serta hubungan industrial yang optimal. Untuk itu, proses perekrutan pengemudi juga dilakukan dengan benar. Kompetensi, batasan jam kerja, dan pendapatan minimal juga jadi syarat mutlak,” ujarnya.

See also  CSIS Sebut Beban Biaya Transportasi Logistik Berada pada Level Tinggi

Kementerian Ketenagakerjaan, kata Djoko, perlu menyusun regulasi yang mengatur upah standar minimum bagi para pengemudi truk. Berbarengan dengan pendidikan formal para sopir yang diharapkan dapat menekan angka kecelakaan di jalan. Jam kerja dan istirahat pengemudi yang belum diatur secara jelas menambah risiko kelelahan yang memicu kecelakaan.

Djoko mengatakan, hal ini selaras amanat pasal 77 (ayat 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.

“Saatnya pemerintah bertindak secara cerdas dan terencana. Kalau sudah bertindak cerdas dan terencana tapi kecelakaan lalu lintas masih tetap terjadi, baru kita bisa bilang itu nasib. Tetapi kalau kondisi pembiaran itu terjadi terus menerus, tidak bisa dikatakan itu nasib,” kata Djoko.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button